Doa dalam Sepotong Donat Gula
“Cinta
sejati selalu menemukan jalan. Ada saja kebetulan, nasib, takdir, atau apalah
sebutannya. Tapi sayangnya, orang-orang yang mengaku sedang dirundung cinta
justru sebaliknya. Selalu memaksakan jalan cerita, khawatir, cemas, serta
berbagai macam perangai norak lainnya. Tidak usahlah kau gundah gulana, wajah
kusut. Jika berjodoh, Tuhan sendiri yang akan memberikan jalan baiknya.
Kebetulan yang menakjubkan.”
Aku menutup novel Tere
Liye yang paling aku suka “Kau, Aku, dan Sepucuk Angpao Merah”. Aku telah
membaca bagian ini berulang kali, sebenernya aku dapat melafalkan setiap kata
tanpa ada yang terlewat, tetapi entah mengapa sore ini aku ingin menyambut
perginya matahari dengan membaca novel ini. Lagi.
Pergantian hari segera
dimulai, aku membereskan barang-barangku dan bersiap untuk pulang. Tiba-tiba terdengar suara menyapaku “Hai La,
kok belum pulang?” sapa Diana. “Eh iya ni Na, nanti ada rapat panitia sebentar”
jawabku. “Oh gitu, yaudah aku sama Fauzan balik duluan ya La” pamit Diana.
Diana adalah sahabatku dari SMA. Kami berhasil
memasuki universitas impian kami dengan jurusan yang sama. Ilmu Ekonomi Syariah.
Selain jurusan, kami juga banyak memiliki kesamaan dalam selera fashion, hoby, makanan favorit, musik, dan idola. Yang tidak sama adalah
Diana mudah sekali memiliki pacar, putus dengan si A dapet si B, terus si C, D
dan sekarang Fauzan. Senior jurusan Teknik Mesin. Sedangkan aku, masih saja
menyandang status Jomblo setelah tiga tahun lalu putus dengan Aldi.
Terkadang aku iri
dengan Diana Fauzan, dengan cara pedekate mereka, dengan proses pengenalan
mereka, dan perjalanan kisah mereka. Diana terkadang juga sebal melihatku yang
memilih untuk menjadi seorang jomblo. Diana selalu meledekku “Kamu itu jomblo
karena kamu selalu jatuh hati pada dia, tapi selalu memendamnya”.
***
“Woy mbak-mbak donat,
gimana jualan hari ini? Laris?” tegor Rafa yang membuyarkan lamunanku. “Laris
manis bang, kalau hasilnya tiap hari kayak gini sebulan lagi target kita
tercapai” jawabku. Rafa adalah teman kuliahku yang menjadi panitia dalam event jurusan sepertiku, kebetulan kami
satu divisi, bagian pengumpulan dana. Selain mencari sponsor dan pengajuan dana
ke kampus, kami memutuskan untuk berjualan di lingkungan kampus dengan tujuan
mempercepat pencapaian target.
“Ini buat mas-mas donat
yang hari ini gak ikut jualan karena kesiangan” ucapku sambil memberikan donat
gula yang sengaja aku pisahkan untuk Rafa.
“Thanks La, tau aja kamu aku tadi gak sempat sarapan. Besok aku
janji gak telat lagi” ucap Rafa dengan mulut yang sedang mengunyah donat.
“La, baru dua minggu
hasil jualan donat kita udah hampir satu juta. Kalo aku pacaran serius sama
kamu lima tahun kedepan kita pasti jadi pasangan mapan ya La, hahaha” ucap Rafa
yang membuatku kelu seketika. Diam sejenak, lalu hanya bisa menyeringai. “Aku
bercanda, hehe” tambah Rafa. Sudah kuduga, hanya bercanda. Bukankah bercandaan
seperti ini kelewatan?. Aku tau Rafa memang makhluk terkonyol dikampusku yang
sering bercanda. Tetapi kali ini candaanya sukses meruntuhkan hal yang selama
ini aku kubur dalam-dalam. “Raf, aku kekelas duluan” pamitku pada Rafa.
Aku mengutuk keadaan
tadi. Mengapa aku langsung terdiam, kaget dengan candaan Rafa. Bukankah rasa
itu telah kukubur dalam-dalam dan menganggapnya teman saja?. Tapi bukankah Rafa
juga alasan mengapa diri ini memilih menjadi jomblo? Mungkin benar yang
dikatakan Diana, aku akan mudah sekali jatuh hati pada Rafa untuk kesekian
kalinya. Ya Allah, tenangkanlah hati ini.
***
Rafa adalah teman
baikku saat ini. Seseorang yang pernah kukagumi dulu. Aku mengenal Rafa ketika
kelas Bahasa Indonesia disemester tiga, dia duduk disebelahku.
“Rafa” ucapnya sambil
menyodorkan tangannya padaku.
“Keyla” balasku
terkejut, lalu menjabat tangannya.
Demi Tuhan, suaranya mempesona,
membuatku merinding. Aku suka suaranya sejak pendengaran pertama. Berawal dari
mengagumi suaranya, seiring waktu berjalan, aku mulai mengagumi banyak hal dari
dirinya. Rafa yang tidak pernah meninggalkan kewajiban sholat, selalu
menunaikan solat dhuha dan puasa senin kamis. Benar-benar jodoh impian. Sejak
saat itu mengagumi Rafa menjadi kegiatan baruku dan aku sangat menyukainya.
Kegiatan baru yang
menyenangkan ini ternyata tidak berlangsung lama. Rafa menyukai orang lain. Dan
aku memutuskan untuk menganggapnya hanya sebatas teman. Dan aku berhasil,
tetapi semua itu sia-sia saat candaan Rafa yang kelewatan itu. Ya, ternyata
rasa itu masih tersisa dan mulai tumbuh kembali karena kepanitiaan ini.
Kebersamaan ketika menjual donat gula yang sering membuatku jadi gila.
***
Semakin hari candaan
Rafa sering sekali menyinggung hal “itu”. Tetapi entah mengapa aku yakin ia
hanya bercanda. Seperti dinovel yang setiap kata-katanya aku hafal itu, akupun
percaya Allah akan memberi jalan yang baik untuk bertemu jodoh masing-masing.
“Kamu Rafa, seseorang
yang dengan mudahnya membuat aku jatuh cinta lagi hanya dengan mendengar suaramu.
Tetapi, aku lebih dulu jatuh cinta kepada Tuhanku. Allah SWT. Semoga Dia akan
menyampaikan rasaku pada orang yang tepat. Mungkin kamu Rafa, mungkin bukan”
doaku pada-Nya yang disaksikan oleh donat-donat gula yang manis.
Setiap kali aku
memberikan donat pada Rafa, ingin sekali rasanya aku berkata “Tahukah kau Rafa?
Aku selalu berdoa pada-Nya agar memberikanku yang terbaik dari sisi-Nya. Sungguh
tak pernah ku menyebut nama dalam doaku, kecuali memohon pada Allah agar
melihat isi hatiku dan mengabulkan keinginan hatiku. Semoga sepotong donat gula
yang selalu kuberikan ini menjadi penerjemah akan apa yang kurasa kepadamu”.
Comments
Post a Comment